Pengertian Kalam Insya` Balaghah Serta Pembagiannya


BAB I
PENDAHULUAN
         Pada pembelajaran bahasa Arab banyak sekali terdapat materi-materi atau pembelajaran tentang jenis – jenis ilmu pembelajaran bahasa Arab. Seperti salah satu contohnya yaitu ilmu balaghah. Ilmu balaghah adalah ilmu yang paling sering ditemui baik terdapat pada sya`ir-sya`ir Arab ataupun terkandung pada ayat al-Qur`an. Tentu saja, bagi orang awam yang belum mengetahui betul mengenai ilmu balaghah tanpa disadari kita telah menemukan dan memebaca sya`ir atau ayat al-Qur`an yang mengandung unsur balaghah.
          Pada ilmu balaghah terdapat banyak sekali bagian-bagian atau jenis-jenis bagian ilmu balaghah seperti kalam khabari, kalam insya` fashl serta ilmu balaghah lainnya. Maka dalam hal ini yang akan dipelajari pada pembahasan kali ini yaitu salah satunya membahas tentang kalam insya`. Dalam kalam insya` disini akan dijelaskan apa saja yang terdapat didalam kalam insya` dan bagaimana kalam insya` itu sendiri serta apa saja contoh dari kalam insya` maka dalam pembahasan ini penulis akan menjelaskan secara rinci mengenai kalam insya`.



BAB II
PEMBAHASAN

A.      PENGERTIAN KALAM INSYA’.
            Kata “ إنشاء “ merupakan bentuk mashdar dari “ أنشأ “ yang secara leksikal bearti membangun, memulai, kreasi, asli, menulis dan menyusun. Menurut istilah, insya’ ialah kebalikan dari khabari, yang merupakan bentuk kalimat yang setelah dituturkan tidak bisa bernilai benar atau dusta.
الكَلَامُ الإِنْشَئِ هُوَ مَا لاَ يَحْتَمِلُ الصِدْقَ وَ الكَذْبَ.
“kalam insya’ adalah suatu kalimat yang tidak bisa disebut benar atau salah.”
            Contoh:
أُطْلُبُ العِلْمَ مِنَ المَهْدِ إِلَى الَحْدِ.
“Tuntutlah ilmu sejak dari buayan hingga liang lahat .”
Jika seorang mutakallim mengucapkan suatu kalam insya’i, mukhatab tidak bisa menilai ucapan mutakallim itu benar atau dusta. Namun setelah kalam tersebut diucapkan, maka yang harus dilakukan mukhatab ialah menyimak ucapanya.
A.      PEMBAGIAN KALAM INSYA’.
Secara garis besar kalam insya’ terbagi menjadi dua, yaitu:
1.    Kalam Insya’ thalabi.
Kalam thalabi  menurut para pakar balaghah adalah sesuatu kalam yang menghendaki adanya suatu tuntutan yang tidak terwujud ketika kalam itu diucapkan. Dari definisi diatas tampak bahwa kalam thalabi ini mengandung suatu tuntutan. Tuntutan tersebut belum terwujud ketika ungkapan diungkapkan.
 a.    Amr
Amr secara bahasa terambil dari masdar “ يأمر “ yang artinya perintah. sedangkan menurut istilah adalah:
طلب الفعل على المخاطب على وجه الإستعلاء.
“menuntut dilaksanakannya suatu pekerjaan oleh pihak yang lebih tinggi kepada pihak yang lebih rendah."
Untuk menyusun suatu kalam amr ada empat sighat yang bisa digunakan:
1)        Fi’il Amr
Semua kata kerja yang bersighat fi’il amr termasuk katagori thalabi.
Contoh :
خذ الكتب بقوة.
“Ambillah kitab itu dengan kuat.”

2)        Fi’il Mudhari’ Yang Disertai Lam Amr.
Maknanya sama dengan amr yaitu perintah.
Contoh :
لينفق ذوسعة من سعته.
“Hendahlak berinfak ketika dalam keleluasan.”

3)        Isim Fi’il Amr.
Kata isim yang bermakna fi’il amr ( kata kerja ), termasuk sighat yang memebentuk kalam insya’i thalabi.
Contoh
حيّ على الصلاة  حيّ على الفلاح.
“mari melaksanakan sholat, mari menuju kemenangan"
4)        Masdar pengganti fi’il.
Masdar yang posisinya berfungsi sebagai pengganti fi’il yang dibuang bisa juga bermakna amr.
Contoh:
سعيا في الخير.
“Berusahalah pada hal-hal yang baik .”
Dari keempat sighat tersebut makna pada dasarnya adalah perintah dari yang lebih atas kepada yang lebih rendah. Namun demikian ada beberapa makna  amr yang keluar dari makna aslinya. Makna-mankna tersebut ialah:
1)   Do’a.
Menuntut suatu pekerjaan dengan cara merendahkan atau sopan.
Contoh:
رَبِّ أَوۡزِعۡنِيٓ أَنۡ أَشۡكُرَ نِعۡمَتَكَ....... ١٩
 “Tuhanku, ilhamilah aku untuk mensyukuri nikmatmu , surah An-Naml :19 .”       
2)   Iltimas (Menyuruh yang sebaya).
Menuntut untuk melakukan sesuatu dari pihak yang sederajat kedudukanya, seperti permintaan seorang teman kepada temannya.
Contoh:
أَعْطِنِى القَلَمَ, ياَ صَاحِبِي.
“berikanlah aku sebuah pena, wahai temanku."
3)   Tamanni ( Berangan-angan ).
Berangan-angan dengan mengharapkan sesuatu yang didambakan yang tidak mungkin terjadi.Jikapun mungkin tapi tidak bisa diharapkan tercapainya.
Contoh yang tidak mungkin terjadi:
وَلَّى الشَّبَابُ حَمِيْدَةً أَيَّامُهُ, لَوْكَانَ ذَلِكَ يُشْتَرَى أَوْيَرْجِعُ.
“Telah berlalu wahai masa muda yang hari-harinya terpuji. Alangkah indahnya seandainya masa muda itu dapat dibeli dan dapat kembali.”
Contoh yang mungkin terjadi tapi tidak bisa diharapkan tercapainya:
يَٰلَيۡتَ لَنَا مِثۡلَ مَآ أُوتِيَ قَٰرُونُ...... ٧٩

 “Aduhai, seandainya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun. QS Al-Qhasash:79"
 4)   Tahdid ( Ancaman ).
Perintah disertai dengan anacaman.
Contoh:                                                                                 
.......قُلۡ تَمَتَّعُواْ فَإِنَّ مَصِيرَكُمۡ إِلَى ٱلنَّارِ ٣٠
 “Katakanlah: “ Bersenang-senanglah kamu, karena sesungguhnya tempat kembalimu adalah neraka”. QS. Ibrahim:30"
5)   Ta’jiz ( melemahkan).
Contoh:
يَا لَبَكْرٍ أنْشِرُوْا لِيْ كُلَيْبَا، يَا لَبَكْرٍ اَيْنَ، اَيْنَ الفِرَارُ.
“Wahai Bakar hidupkanlah kembali kulaib, Hai Bkar dimana? Dimana engkau akan lari?.”
6)   Taswiyah ( Menyamakan ).
ٱصۡلَوۡهَا فَٱصۡبِرُوٓاْ أَوۡ لَا تَصۡبِرُواْ سَوَآءٌ عَلَيۡكُمۡۖ إِنَّمَا تُجۡزَوۡنَ مَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ ١٦
 “Masuklah kedalamnya, rasakan panas apinya, baik kamu bersabar atau tidak, sama saja bagimu, sesungguhnya kamu hanya diberi balasan atas apa yang kamu kerjakan.”

7)   Takhyir (memilihkan).
Contoh:                                  
فَعِشْ وَاحِدً أوْصِلْ أخَاكَ فَإنَّهُ، مُقَارِفِ ذَنْبٍ مِرَّةً وَمُجَانِبُهُ
“Hiduplah sendirian atau bertemanlah dengan saudaramu itu, karena sesungguhnya ia suatu saat melakukan perbuatan dosa dan disaat lain menjauhinya."

b.    Nahyi
Nahyi secara bahasa kebalikan dari amr, nahyi bentuk masdar dari  - نهيا  نهي  -  ينهي  yang artinya mencegah atau melarang. sedangkan menurut istilah nahyi adalah
طلب الكفر عن الفعل عل وجه الإستعلاء
ungkapan yang meminta agar suatu perbuatan dijauhi yang dikeluarkan oleh orang yang kedudukanya lebih tinggi kepada orang yang kedudukannya lebih rendah atau mencegah untuk melakukan pekerjaan tertentu.

Contoh:
وَلَا تَقۡرَبُواْ ٱلزِّنَىٰٓۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةٗ وَسَآءَ سَبِيلٗا ٣٢
 “Dan janganlah kamu mendekati zina, ( zina ) itu sungguh suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk, QS. A-Isra’"
Dalam makalah ini, pemakalah hanya menemukan satu sighat dari nahyi yaitu fi’il mudhari’ yang didahului lam nahiyah, contohnya kembali ke QS. Al-Isra’ ayat 32). Tapi jika ada yang membahasnya dalam bentuk nakirah, apabila ada kata nakirah yang mengandung nahyi ( larangan ) melakukan yang ditunjukkanya, maka larangan itu menunjukkan pada pengertian yang masih bersifat umum.
Contoh:
۞وَٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡ‍ٔٗاۖ...... ٣٦
 “Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukannya dengan sesuatu apapun, QS. An-Nisa’."
Terkadang sighat nahyi itu keluar dari arti ahlinya menjadi arti lain yang bisa difahami dari keadaan  dan alur pembicaraannya, seperti:
1)   Do’a
Tuntutan untuk meninggalkan suatu pekerjaan dengan cara merendahkan atau sopan.
Contoh:
........فَلَا تُشۡمِتۡ بِيَ ٱلۡأَعۡدَآءَ...... ١٥٠
 “Sebab itu janganlah engkau menjadikan musuh-musuh menyoraki melihat kemalanganku, QS. Al-A’raf."
2)   Iltimas
Tuntutan meninggalkan suatu pekerjaan tanpa adanya isti’la’ atau merendahkan diri, seperti ucapanmu terhadap temanmu.
Contoh:
لاَ تَبْرَحْ مِنْ مَكَانِكَ حَتَى اَرْجِعَ اِلَيْك
"janganlah kau pindah dari tempatmu, sampai aku kembali padamu.”
3)   Tamanni ( Berangan-angan ).
Contoh:

      يَا لَيْلُ طُلْ يَانَوْمُ زُلْ يَاصُبْحُ قِفْ لاَ تَطْلُعْ
"Wahai malam, panjangkan waktumu, wahai tidur hilanglah, wahai waktu subuh berhentilah, janganlah kau nampak.”

4)   Tahdid (mengancam).
Contoh:
لاَ تُطِعْ اَمْرِيْ
“jangan kau patuhi perintahku, maka akan kau rasakan akibatnya.”

c.    Istifham
Kata “استفهامmerupakan bentuk masdhar dari kata “استفهم. Kata tersebut bermakna meminta pemahaman atau minta pengertian. Secara istilah istifham bermakna:
طلب العلم بشيئ
“Menuntut pengetahuan tentang sesuatu .”
Suatu kalimat yang menggunakan kata tanya dinamakan jumlah istifhamiyah, yaitu kalimat yang berfungsi untuk meminta informasi tentang sesuatu yang belum diketahui sebelumya dengan menggunakan salah satu huruf istifham.

Contoh :              
إِنَّآ أَنزَلۡنَٰهُ فِي لَيۡلَةِ ٱلۡقَدۡرِ ١  وَمَآ أَدۡرَىٰكَ مَا لَيۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ ٢
 “Artinya: Sesungguhnya kami telah menurunkan ( Al-Qur’an ) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apa malam kemuliaan itu?"

Huruf-huruf istifham :
ا - هل – ما - من – ايان – كيف - اين - انى – كم - اي.
1.      Hamzah (ا), sebagai salah satu adat istifham mempunyai dua makna, yaitu:
a.       Tashawwuri, artinya ungkapan istifham yang meminta pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat mufrod. Contoh:
اَيَوْمَ الجُمُعَةِ يَسْتَرِيْحُ العُمَّالُ اَمْ يَوْمَ الاَحَدِ؟
“Apakah para pekerja istirahat hari jum’at, ataukah hari Ahad?”
Kalimat diatas adat yang digunakan untuk bertanya adalah hamzah. Aspek yang dipertanyakan pada kalimat tersebut adalah hal yang bersifat tashawwur.
b.      Tasdhiq artinya hamzah yang digunakan untuk pertanyaan yang bersifat tashdiq yaitu penisbatan atas suatu yang lainnya.
Contoh:
اَيَصْدَاُ الذَّهَبُ؟
“Apakah emas itu berkarat?”
Kalimat diatas merupakan jumlah istifhamiyah. Adat yang digunakan untuk bertanya adalah hamzah. Hal yang ditanyakan oleh kalimat diatas adalah kaitan antara emas dan berkarat. Penisbatan sifat berkarat kepada emas merupakan hal yang ditanyakan oleh mutakallim. Karena hal yang dipertanyakan bersifat nisbah maka dinamakan tashdiq.

        2. Hal هل, yaitu adat istifham yang digunakan untuk menanyakan penisbatan sesuatu pada yang lain atau kebalikannya,. Adat istifham hal digunakan apabila penanya tidak mengetahui nisbah antar musnad ilaih dan tidak bisa masuk ke dalam nafyu, mudhari’ untuk makna sekarang, syarah dan tidak bisa pula pada huruf athaf.

Contoh :
هل انتم مسلمون؟
“Apakah kamu seorang muslim?”

3.      Kelebihan Adawatul Istifham
            Istifham adalah bentuk kalimat yang dipergunakan untuk mendapatkan informasi yang jelas tentang suatu masalah, yang belum diketahui sebelumnya. Dalam istifham terdapat beberapa cara untuk membentuk sebuah istifham yaitu dengan adawatul istifham. Adawatul istifham sebagai berikut :
1.      Man ( من )
Kata من termasuk kedalam adawatul istifham yaitu untuk menanyakan tentang orang. Contohnya :
من بنى هذا المسجد ؟ أحمد بنى هذا المسجد.
Adawatul istifham yang terdapat pada istifhamiyah diatass yaitu من yang bertujuan untuk menanyakan siapa yang membangun masjid ini.
2.      Ma ( ( ما
Kata ما digunakan untuk menyakan sesuatu yang tidak berakal. Kata ini juga digunakan untuk meminta penjelasan tentang sesuatu atau hakikat sesuatu. Contohnya :
ما هو الإيمان

3.      Mataa ( متى )
Kata متى digunakan untuk meminta penjelasan tentang waktu, baik waktu lampau atau waktu sekarang. Contohnya :
متى نصر الله ؟
4.      Ayyaana ( أيان )
Digunakan untuk meminta penjelasan mengenai waktu yang akan datang. Kata ini biasanya digunakan untuk menantang. Contohnya:
 يسئلونك عن الساعة. أيان مرساها ؟

5.      Kaifa ( كيف )
Digunakan untuk menanyakan keadaan sesuatu. Contohnya :
كيف حالك ؟
6.      Aina ( أين )
Digunakan untuk menanyakan tempat. Contohnya :
أين كتابك ؟
7.      Hal (  هل)
       Hal merupakan adat istifham yang digunakan untuk mennayakan penisbatan pada yang lain ( tashdiq ) atau kebalikannya. Pada adat istifham هل tidak menggunakan أم dan mu`adilnya. Adat istifham هل digunakan apabila penanya ( mutakallim ) tidak mengetahui nisbah antar musnad dengan musnad ilaihnya. Adat  هلtidak bisa masuk ke dalam nahyi, mudhari` makna sekarang, syarath, dan tidak bisa digunakan pada huruf `athaf. Contohnya: 

هل هذا كتابك ؟
Dalam ketentuan bahasa Arab, istifham dengan menggunakan huruf “ hal” tidak boleh dipakai dalam kalimat-kalimat berikut :
a.       Frasa yang didahului huruf nafi.
b.      Fi`il mudhari` yang sedang menunjukkan suatu proses yang sedang berlangsung.
c.       Klausa yang didahului huruf inna.
d.      Klausa yang didalamnya menggunakan huruf `athaf.
Klausa isim yang sesudahnya terdapat fi`il.

8.      Anna ( أنى )
Merupakan adat istifham yang memiliki tiga makna yaitu :
a.       Maknanya sama dengan كيف contohnya :
أنى يحيى هذه الله بعد موتها
b.      Bermakna أين contohnya :
يا مريم أنى لك هذا
c.       Bermakna متى contohnya :
زرنى أنى شئت
9.      Kam (  كم)
Merupakan adat istifham yang maknanya menanyakan jumlah yang masih samar. Contohnya :
كم لبثتم
Juga untuk menanyakan dengan mengkhususkan salah satu dari dua hal yang berserikat. Contohnya :
أى الفريقين خيرا مقاما
Kata ini digunakan untuk menanyakan hal yang berkaitan dengan waktu, tempat, keadaan, jumlah baik yang berakala maupun yang tidak berakal.

10.      Ayyu ( أي )
Kata ini berfungsi untuk menanyakan dan menghendaki perbedaan antara dua hal yang terlepas setelah kata benda yang menempati berbagi posisi, mubtada`, khabar, maf`ul bih. Contohnya:
أي الأستاذ في القاعة ؟
4.      Dinamika Ma`ani Adawatul Istifham Dalam Setiap Wacana
            Gaya bahasa al-Qur`an sangat berbeda dengan bahasa di buku-buku bahasa arab, syair, prosa sebagai halnya yang sudah kita ketahui, bahawa gaya bahasa al-Qur`an mengandung unsur balaghah, untuk menambah keindahan ma`na yang tersurat maupun tersirat didalamnya. Estetika bahasa istifham dalam al-qur`an memilki ma`na-ma`na tertentu sesuai syiyaq atau konteks kalimat. Sebagaimana pemahaman istifham yakni dengan pengetahuan tentang sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui mengandung pengertian bahwa sebuah pertanyaan diberikan hanya untuk mencari dari orang yang ditanya.
            Terkait dengan pola istifham terlepas dari fungsi asalnya yang memiliki ma`na yang istifham beraneka ragam serta berbeda dengan fungsi dasarnya, maka sisi dinamika kebahasaan kalimat istifham dimulai bermunculan. Adapun beberapa fungsi kalimat istifham majazi yang sering digunakan dalam ayat al-Qur`an, antara lain :
1.        Taqriri ( menetapkan )
Dalam hal ini pola kalimat istifham tidak memerlukan terhadap jawaban, sebab tujuannya adalah menetapkan suatu gagasan bukan pertanyaan. Pola yang sering digunakan hamzah yang kemudian diikui oleh fi`il nafi. Contoh kalimat istifham dalam al-Qur`an yang menetapkan taqrir surat al-fil ayat 2 :
 أَلَمۡ يَجۡعَلۡ كَيۡدَهُمۡ فِي تَضۡلِيلٖ ٢
Bukankah dia telah menjadikan tipu daya mereka untuk menghancurkan ka`bah, itu sia-sia ?”
Contoh tersebut, menggunakan hamzah kemudian diikuti kalam nafi, namun sebaliknya menetapkan dan memberikan pembenaran terhadap kalimat yang ada setelah huruf nafi tersebut. ( al-Jurjani : 111 
Contoh yang bersifat istifham taqriri :
أَلَمۡ تَرَ كَيۡفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصۡحَٰبِ ٱلۡفِيلِ ١
“ Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tertara bergajah .”
        Yang dimaksud dengan tentara bergajah ialah tentara yang dipimpin oleh Abrahah Gubernur Yaman yang hendak menghancurkan ka`bah. Sebelum masuk ke kota Makkah tentara tersebut diserang oleng burung-burung yang melemparinya dengaan batu-batu kecil sehingga mereka musnah. Ayat pertama yang menggunakan ma`na majaz haqiqi kemudian ayat kedua menggunaka majaz taqriri, hal ini sebagai jawaban pemberitahuan ketetapan tentang situasi tersebut.
2.        Ikhbar ( menginformasikan )
Ikhbar berfungsi untuk menerangkan informasi tentang sesuatu. Pola istifham semacam ini bertujuan untuk menguatkan infromasi atau kabar yag disampaikan dalam suatu kalimat. Kalimat istifham yang menjadi fungsi kedua ini biasanya menggunakan huruf “ hamzah” atau “ hal” sebagai polanya. Seperti pada surat al-Ghosyiyah ayat 1 :
هَلۡ أَتَىٰكَ حَدِيثُ ٱلۡغَٰشِيَةِ ١
“ Sudah datanglah kepadamu berita ( Tentang ) hari pembalasan ?”
Dalam keterangan buku Quraisy syihab ingin menggunakan melalui pertanyaan-pertanyaan yang diawal surah. Allah SWT berupa penegasan, dengan menegaskan kepada manusia dulu mereka tidak dapat disebut sebagai makhluk, setelah ruh ditiupkan sehingga tumbuh menjadi sesuatu. Dan redaksi  ini juga sebagai tentang apa yang diberikan sesudah pertanyaan ini
3.        Al – Taswiyah ( menyamakan )
Pola istifham ini bertujuan menyampaikan dan menunjukkan kalmat dan sesudah huruf istifham memiliki kedudukan yang sama. Perangkat yang digunakan “hamzah” dan “hal”. Contoh dari pola ini adalah :
إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ سَوَآءٌ عَلَيۡهِمۡ ءَأَنذَرۡتَهُمۡ أَمۡ لَمۡ تُنذِرۡهُمۡ لَا يُؤۡمِنُونَ ٦
“ Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.”
            Dalam ayat ini pola istifham menggunaka “ hamzah” berfungsi untuk menyamakan watak dan kondisi orang kafir, baik itu ketika ddiberi peringatan atau tidak diberi peringatan. Penyamaan ( taswiyyah ) dalam suatu kalimat dengan menggunakan uslub istifham memang akan lebih memunculkan estetika kebahasaan kalimat tersebut, dibanding jika kalimat tersebut diungkapkan dengan menggunakan pola kalimat biasa.
4.        Al-Irsyad ( petunjuk ) dan al-Tadzkir ( pengingat )
Kedua uslub istifham dalam pola ini bertujuan untuk sebagai petunjuk dan pengingat, sebagaimana 
dalam surat al-Ghasyiyah ayat 18-21 yang berbunyi 
 وَإِلَى ٱلسَّمَآءِ كَيۡفَ رُفِعَتۡ ١٨ وَإِلَى ٱلۡجِبَالِ كَيۡفَ نُصِبَتۡ ١٩  وَإِلَى ٱلۡأَرۡضِ كَيۡفَ سُطِحَتۡ ٢٠ فَذَكِّرۡ إِنَّمَآ أَنتَ مُذَكِّرٞ ٢١
“ Dan langit, bagaimana ia ditinggiakan ? dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan ? dan bumi bagamaina ia dihamparkan ? maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan.”
Istifham disini difungsikan sebagai evaluasi diri sendiri. Sebagaimana ayat diatas menggambarkan situasi di hari pembalasan akan tegambarkan bagi orang-orang yang hina, kafir, musyrik, yang terancam api neraka karena manusia selama di alam dunia tidak memanfaat alam semesta dengan baik. Istifham ini, dalam al-Qur`an digunakan untuk evaluasi diri sendiri, sebagai bahan intropeksi diri untuk tidak melakukan hal yang sama di lain waktu. Sekaligus untuk memperbaiki berbagai kesalahan masa tempo dalam koridor positif. 
5.        Ifham ( pemberian pemahaman )
       Istifham berfungsi untuk memberikan pemahaman yang memiliki korelasi dengan ayat sesudahnya, seperti surat al-Qodr ayat 2-3, yakni :
 وَمَآ أَدۡرَىٰكَ مَا لَيۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ ٢  لَيۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ خَيۡرٞ مِّنۡ أَلۡفِ شَهۡرٖ ٣
“ Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu ? malam kemulian itu lebih baik dari seribu bulan.”
            Dari pernyataan kalimat istifham yang digunakan bertujuan seberapa besar pengetahuan manusia tentang “ lailatul qodr” dibulan puasa. Apakah mereka mengatahui hakikat keistimewaan keindahan malam tersebut
6.        Tashwiq ( memotivasi )
Istifham disini betujuan untuk menggiring perasaan manusia kepada gagasan yang dimunculkan dalam kalimat istifham tersebut yaitu pada surat ash-Shaf ayat 10 :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ هَلۡ أَدُلُّكُمۡ عَلَىٰ تِجَٰرَةٖ تُنجِيكُم مِّنۡ عَذَابٍ أَلِيمٖ ١٠
“ Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih ?”
           
Dalam surat ini menerangkan, kepada seluruh manusia terutama orang-orang yang beriman, dimana mereka akan diperlihatkan bentuk-bentuk amalan yang dapat menolong mereka dari siksaan di hari kebangkitan ( yaumul hisab ) nanti, sebagi bentuk motivasi mereka untuk membenahi diri selama mereka masih dialam dunia maya.

7.        Al – Amr ( perintah )
Penggunaan kalimat perintah disini memiliki pola sisi sendiri yang menggunakan struktur istifham didahului dengan penjelasan-penjelasan terlebih dahulu lebih detail, kemudian dikuatkan dengan pola amr seperti pada surat an-Nur ayat 22 :
وَلَا يَأۡتَلِ أُوْلُواْ ٱلۡفَضۡلِ مِنكُمۡ وَٱلسَّعَةِ أَن يُؤۡتُوٓاْ أُوْلِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينَ وَٱلۡمُهَٰجِرِينَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِۖ وَلۡيَعۡفُواْ وَلۡيَصۡفَحُوٓاْۗ أَلَا تُحِبُّونَ أَن يَغۡفِرَ ٱللَّهُ لَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٌ ٢٢
“ Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan diantara kamu bersumpah bahwa mereka ( tidak ) akan memberi ( bantuan ) kepada kaum kerabatnya, orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan endaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahawa Allah mengampunimu ? dan Allah adalah maha pengampun lagi maha penyayang.”
            Ayat ini berhubungan dengan supam Abu Bakar r.a bahwa dia tidak akan memberi apa-apa kepada kerabatnya ataupun orang lain yang terlibat dalam menyiarkan berita tentang diri Aisyah. Maka turunlah ayat ini melarang beliau melaksanakan sumpahnya itu dan menyuruh memaafkan dan berlapang dada terhadap mereka sesudah mendapat hukuman atas perbuatan mereka itu.
8.        Nafi ( meniadakan )
Fungsi istifham ini banyak sekali ditemukan dalam al-Qur`an, sebagaimana surat ar-Rahman ayat 60 berbunyi :
 هَلۡ جَزَآءُ ٱلۡإِحۡسَٰنِ إِلَّا ٱلۡإِحۡسَٰنُ ٦٠
“ Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan ( pula ).”
            Ayat ini menjelaskan tentang kasih sayang Allah yang diberikan kepada manusia dalam bentuk apapun, dan apabila manusia mengingkari kenikmatan yang telah diberikan kepadanya, maka tidak ada pula balasan yang baik kepadanya.

9.        Tamanna ( pengharapan )
Istifham banyak sekali dipakai dalam al-Qur`an ataupun percakapan bahasa Arab sebagaimana dalam surat al-A`raf ayat 53 berbunyi :
هَلۡ يَنظُرُونَ إِلَّا تَأۡوِيلَهُۥۚ يَوۡمَ يَأۡتِي تَأۡوِيلُهُۥ يَقُولُ ٱلَّذِينَ نَسُوهُ مِن قَبۡلُ قَدۡ جَآءَتۡ رُسُلُ رَبِّنَا بِٱلۡحَقِّ فَهَل لَّنَا مِن شُفَعَآءَ فَيَشۡفَعُواْ لَنَآ أَوۡ نُرَدُّ فَنَعۡمَلَ غَيۡرَ ٱلَّذِي كُنَّا نَعۡمَلُۚ قَدۡ خَسِرُوٓاْ أَنفُسَهُمۡ وَضَلَّ عَنۡهُم مَّا كَانُواْ يَفۡتَرُونَ ٥٣
“ Tiadalah mereka menunggu-nunggu kecuali ( terlaksananya kebenaran ) al-Qur`an itu. Pada hari datangnya kebenaran pemberitaan al-Qur`an itu, berkatalah orang-orang yang melupakannya sebelum itu : “sesungguhnyah telah datang rasul-rasul Tuhan kami yang membawa hak, maka adakah bagi kami pemberi syafa`at yang akan member syafa`at bagi kami, atau dapatkah kami dikembalikan ( ke dunia ) sehingga kami dapat beramal yang lain dari yang kami amalkan ?.” sungguh mereka telah merugikan diri mereka sendiri dan telah lenyaplah dari mereka tuhan-tuhan yang mereka ada-adakan.”
Maksudnya orang-orang tidak beramal sebagaimana yang digariskan oleh al-Qur`an. Pada dasarnya mereka berharap agar datag seorang penolong bagi mereka untuk mengembalikan mereka ke dunia untuk memperbaiki kesalahan dan beramal baik. Namun harapan mereka tersebut hanyalah harapan yang mungkin tudak terwujud.

10.        Nahi ( larangan )
Situasi ini istifham berfungsi untuk menegaskan tentang peralangan terhadap sesuatu. Contoh al-Qur`an dalam surat al-Infitar ayat : 6 seperti :
 يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡإِنسَٰنُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ ٱلۡكَرِيمِ ٦
“Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu ( berbuat durhaka ) terhadap Tuhanmu yang maha pemurah.”
            Dalam ayat ini menjelaskan kepada manusia mengapa mereka durhaka kepada Allah SWT sehingga mereka telah melalaikan kewajibannya. Ayat ini menunjukkan larangan kepada manusia untuk menjauhi hal-hal yang duniawi yang membuat lalai dan terlena dalam kehidupan.
 11.        Taubikh ( celaan )
Pola istifham ini tujuannya untuk mencela sebagaiman surat al-Maidah ayat 116 berbunyi :
وَإِذۡ قَالَ ٱللَّهُ يَٰعِيسَى ٱبۡنَ مَرۡيَمَ ءَأَنتَ قُلۡتَ لِلنَّاسِ ٱتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَٰهَيۡنِ مِن دُونِ ٱللَّهِۖ قَالَ سُبۡحَٰنَكَ مَا يَكُونُ لِيٓ أَنۡ أَقُولَ مَا لَيۡسَ لِي بِحَقٍّۚ إِن كُنتُ قُلۡتُهُۥ فَقَدۡ عَلِمۡتَهُۥۚ تَعۡلَمُ مَا فِي نَفۡسِي وَلَآ أَعۡلَمُ مَا فِي نَفۡسِكَۚ إِنَّكَ أَنتَ عَلَّٰمُ ٱلۡغُيُوبِ ١١٦
“ Dan ( ingatlah ) ketika Allah berfirman : “ Hai Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia : “ jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah ?.” Isa menjawab : “ maha suci engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku ( mengatakannya ). Jika aku pernah mengatakan maka tentulah engaku mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri engkau. Sesungguhnya engkau maha mengetahui perkara yang gahib-ghaib.”
            Kemudian istifham disini berfungsi sebagai ejekan dan celaan kepada para tuhan dimana Maryam dan Nabi Isa dijadikan tuhan selain Allah. Kalimat tersebut ditujukan kepada Nabi Isa.

12.        Ta`zhim ( mengagungkan )
Istifham berfungsi untuk mengagung-agungkan sesuatu, seperti surat al-Baqarah ayat 255 yang berbunyi :
ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلۡحَيُّ ٱلۡقَيُّومُۚ لَا تَأۡخُذُهُۥ سِنَةٞ وَلَا نَوۡمٞۚ لَّهُۥ مَا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِي ٱلۡأَرۡضِۗ مَن ذَا ٱلَّذِي يَشۡفَعُ عِندَهُۥٓ إِلَّا بِإِذۡنِهِۦۚ يَعۡلَمُ مَا بَيۡنَ أَيۡدِيهِمۡ وَمَا خَلۡفَهُمۡۖ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيۡءٖ مِّنۡ عِلۡمِهِۦٓ إِلَّا بِمَا شَآءَۚ وَسِعَ كُرۡسِيُّهُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَۖ وَلَا يَ‍ُٔودُهُۥ حِفۡظُهُمَاۚ وَهُوَ ٱلۡعَلِيُّ ٱلۡعَظِيمُ ٢٥٥
“ Allah, tidak ada tuhan ( yang berhak disembah ) melainkan dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus ( makhluk-nya ) tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaannya apa yang di langit dan apa yang adda di bumi, tiada yang dapat memberi syafa`at di sisi Allah tanpa izin-nya ? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa ilmu Allah melainkan apa yang dikehendakinya. Allah meliputi langit dan bumi, dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah maha tinggi lagi maha besar.
            Dalam ayat ini istifham tidak dimaksud untuk meminta jawaban, melainkan memaparkan kursi dalam ayat ini oleh sebagai mufassir diartikan dengan ilmu Allah da nada pula yang mengartikan dengan kekuasaanya.
13.        Tahqir ( menghina/merendahkan )
Model istifham disini bertujuan untuk menghina atau merendahkan derajat, sebagaimana tercantum dalam surat al-Furqon ayat 41
وَإِذَا رَأَوۡكَ إِن يَتَّخِذُونَكَ إِلَّا هُزُوًا أَهَٰذَا ٱلَّذِي بَعَثَ ٱللَّهُ رَسُولًا ٤١
“ Dan apabila mereka melihat kamu ( Muhammad ), mereka hanyalah menjadikan kamu sebagai ejekan ( dengan mengatakan ): “ inikah orangnya yang di utus Allah sebagai Rasul ?”
            Kalimat istifham yang dilontarkan oleh kaum kafir dalam ayat ini berfungsi untuk menghina tentang kerasulan dan kenabian Muhammad SAW. Kalimat istifham disini juga berfungsi sebagai penguatan tentang keingkaran mereka terhadap Muhammad sebagai Rasul yang diutus oleh Allah.
14.        Ta`ajjub ( mengagumi/keheranan )
Contoh dari pola istifham berfungsi ta`ajub ini adalah kalimat yang tercantum dalam surat shad ayat 5 yang berbunyi :
 أَجَعَلَ ٱلۡأٓلِهَةَ إِلَٰهٗا وَٰحِدًاۖ إِنَّ هَٰذَا لَشَيۡءٌ عُجَابٞ ٥
“ Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu tuhan yang satu saja ? sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.
15.        Al-Istibtho` ( menganggap lambat )
Pola istifham menunjukkan sifat keterlambatan atau mematahkan semangat, contoh pola ini tercantum dalam surat al-Baqarah ayat 214 yang berbunyi :
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَشۡرِي نَفۡسَهُ ٱبۡتِغَآءَ مَرۡضَاتِ ٱللَّهِۚ وَٱللَّهُ رَءُوفُۢ بِٱلۡعِبَادِ ٢٠٧
 Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah, dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hambanya

d.    Tamanni
            Kalimat tamanni ( berangan-angan ) adalah kalimat yang befungsi menyatakan keinginan terhadap sesuatu yang disukai, tetapi tdak mungkin untuk dapat meraihnya seperti dalam surat al-Qasas ayat 79 :
فَخَرَجَ عَلَىٰ قَوۡمِهِۦ فِي زِينَتِهِۦۖ قَالَ ٱلَّذِينَ يُرِيدُونَ ٱلۡحَيَوٰةَ ٱلدُّنۡيَا يَٰلَيۡتَ لَنَا مِثۡلَ مَآ أُوتِيَ قَٰرُونُ إِنَّهُۥ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٖ ٧٩
“ Ingin rasanya kami memiliki apa yang diberikan kepada Karun. Sesungguhnya dia benar-benar memperoleh keberuntunngan yang besar.”
Dalam terminology ilmu tamanni balaghah adalah  
طلب الشئ المحبوب الذى لا يرجى ولا يتوقع حصوله
“ Menuntut sesuatu yang diinginkan, akan tetapi tidak mungkin terwujud.”
Ketidak mungkinan terwujudnya sesuatu itu bisa terjadi karena mustahil terjadi atau sesuatu yang mungkin akan tetapi tidak maksimal dalam mencapainya. Sya`ir dibawah ini merupakan contoh tamanni yang mengharapkan sesuatu yang mustahil terjadi :
ألا ليت الشباب يعود يوما فأخبركم بما فعل المشيب #
“ Aduh, seandainya masa muda itu kembali sehari saja,  aku akan mengabari kalian bagaimana yang terjadi ketika sudah tua.”
            Pada sya`ir diatas penyair mengharapkan kembalinya masa muda walauoun hanya sehari. Hal ini tidak mungkin, sehingga dinamakan tamanni.
Tamanni juga ada pada ungkapan yang mungkin terwujud ( bisa terwujud ) akan tetapi tidak bisa terwujud karena tidak berusaha secara maksimal. Dalam al-Qur`an Allah berfirm
   يَٰلَيۡتَ لَنَا مِثۡلَ مَآ أُوتِيَ قَٰرُونُ
“ Aduh, seandanyai aku dikaruniai harta seperti Qarun.”

a.    Nida ( panggilan )
             Secara leksikal nida artinya panggilan. Sedangkan terminologi ilmu balaghah nida adalah :
طلب الإقبال بحرف نائب مناب "أناد" أدعو" المنقول من الخبر الى الإنشاء
            Nida adalah tuntutan mutakallim yang menghendaki seseorang agar menghadapnya. nida menggunakan huruf yang menggantikan lafadz “unadi” atau “ad`u” yang susunannya dipindah dari kalam khabri menjadi kalam insya`i.
a.    Huruf-huruf nida
Huruf-huruf nida ada delapan yaitu hamzah ( ء ), ay ( أي ), ya ( يا ), ai ( آي ), aya ( أيا ), haya ( هيا ), dan wa ( و ).
b.   Penggunaan Huruf Nida
Ada dua cara unuk menggunakan huruf-huruf nida :
1.      Hamzah dan ay untuk munada yang dekat.
2.      Selain hamzah dan ay semuanya digunakan untuk munada yang jauh. Khusus untuk ya digunakan untuk seluruh munada ( yang dipanggil ) baik dekat maupun jauh.
Kadang-kadang munada yang jauh dianggap sebagai munada yang dekat, lalu dipanggi dengan huruf nida hamzah dan ay. Hal ini merupakan isyarah atas dekatnya munada dalam hati orang yang memanggilnya. Contoh :
أسكان نعمان الأراك تيقنوا بأنكم في ربع قلبي سكن #
“ Wahai penghuni Na`man al-Araak, yakinlah bahwa sesungguhnya kalian berada dalam hatiku.”
Demikian juga ada sebuah sya`ir dari seorang ayah yang menasehati anaknya
أحسين إني واعظ وهؤدب فافلهم فإن العاقل المتأدب #
“ Wahai Husain, sesungguhnya aku memberi nasihat dan mendidikmu, maka pahamilah karena sesungguhnya orang yang berakal itu orang yang mau dididik.”
            Pada sya`ir di atas tampak huruf nidanya adalah hamzah untuk memanggil munada yang jauh, menyalahi fungsi semula sebagai isyarah bahwa munada senantiasa hadir dalam hati seakan-akan ia hadir secara fisik.
            Kadang-kadang pula munada yang dekat dianggap sebagai munada yang jauh, lalu dianggap dengan huruf nida selain hamzah dan ayy. Hal ini sebagai isyarah atas ketinggian derajat munada atau kerendahan martabatnya, atau kelalaian dan kebekuan hatinya. Contoh sya`ir Abu Nawas :
يا رب إن عظمت ذنوبي كثرة فلقد علمت بأن عفوك أعظم #
“ Wahai Tuhanku, seandainya dosa-dosaku lebih besar maka sesungguhnya aku tahu bahwa pengampunanmu itu lebih besar.”
            Pada sya`ir di atas munada ditempatkan sebagai dzat paling mulia dan segani. Seakan-akan jauhnya derajat keagungan itu sama dengan jauhnya perjalan. Maka sipembicara memilih huruf yang disediakan untuk memanggil munada yang jauh untuk menunjukkan ketinggian atau keagungannya. Sebaliknya seorang munada yang dianggap rendah martabatnya oleh mukhatab ia akan memanggilnya dengan panggil jauh. Contoh ini dapat dilihat pada sya`ir al-Farazdaq :
اولئك أبائى فجأنى بمثلهم إذ جمعتنا يا جرير المجامع #
“ Inilah nenek moyangku maka tunjukkanlah kepadaku orang-orang seperti mereka ketika pada suatu saat kita bertemu dalam suatu pertemuan wahai jarir.”
            Menurut penilaian pembicara munada itu rendah kedudukannya. Perbedaan jarak munada yang jauh dibawah pembicaraan itu seakan-akan sama dengan jarak yang jauh diantara tempat mereka
 Huruf nida يا yang asalnya untuk munada jauh juga digunakan untuk yang dekat untuk mengingatkan mereka yang lalai dan hatinya beku.
أيا جامع الدنيا لغير بلاغه لمن تجمع الدعا الدنيا
“ Wahai orang-orang yang menghimpun dunia tanpa batas untuk siapakah engkau menghimpun harta, sedangkan engkau akan meninggal ?”
            Makna-makna diatas adalah nida yang asli. Akan tetapi konteks-kontes nida mempunyai makna-makna lain yang keluar dari fungsinya semula. Penyimpangan makna nida dari makna asalnya yaitu panggilan kepada makna-makna lainnya dikarenakan adanya qarinah yang mengharuskannya demikia
1.      Kalam Insya` Ghairu Thalabi
مالا يستدعى مطلوبا غير حاصل وقت الطلب.
            Kalam atau kalimat yang tidak menghendaki makna yang diharapkan yang tidak bisa tercapai pada waktu adanya tuntutan.  Atau kalimat yang tidak menghendaki terjadinya sesuatu yang belum terjadi pada waktu kalimat itu diucapkan ( waktu menghendaki ). Maka pada penjelasan tersbut ada beberapa macam insya ghairu tahlabi yaitu :
a.      Kalimat-kalimat yang mengandung pujian ( مدح ), celaan ( الذم ).
1.      Bentuk menyanjung ( kalimat pjian ) adalah menggunakan: نعم contoh:
......وَلَنِعۡمَ دَارُ ٱلۡمُتَّقِينَ ٣٠
“itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa” ( QS. An-Nahl : 30 )
2.      Kalimat celaan : بئس contoh:
بئس العامل خالد
“sejelek-jelek pekerjaan adalah Khalid”
3.      Dan bentuk-bentuk yang dipindahkan ( berlaku ) kepada bentuk: فعل contoh:
-      طاب علي نفسا
-      خبث بكر أصلا
“sungguh bagus jiwa Ali”
“sungguh buruk orang tua Bakar”
b.      Sumpah ( قسم )
Kalimat sumpah yaitu dengan huruf wawu ( و ), ta` ( تأء ), ba` ( باء ). Contohnya :
وَٱلضُّحَىٰ ١  وَٱلَّيۡلِ إِذَا سَجَىٰ ٢
“Demi waktu matahari sepenggalahan naik. Dan demi malam apabila telah sunyi (gelap)”. Q.S Ad-Duha : 1-2
c.       Kagum ( ta`ajjub ) ( تعجب )
Bentuk ta`ajjub menggunakan dua macam ungkapan, yaitu :
1.      ما افعله contohnya :
قُتِلَ ٱلۡإِنسَٰنُ مَآ أَكۡفَرَهُۥ ١٧
“Binasalah manusia; alangkah amat sangat kekafirannya” Q.S Abasa : 17
2.      أفعل به contohnya :
أَسۡمِعۡ بِهِمۡ وَأَبۡصِرۡ يَوۡمَ يَأۡتُونَنَاۖ
“Alangkah terangnya pendengaran mereka dan alangkah tajamnya penglihatan mereka pada hari mereka datang kepada Kami. Tetapi orang-orang yang zalim pada hari ini (di dunia) berada dalam kesesatan yang nyata.” Q.S Maryam : 38
d.      Harapan ( raja` ) ( الرجاء )
kalimat harapan yaitu menghendaki hasilnya perkara yang disukai dan mendekati kenyataan, huruf yang menunjukkan adalah لعل, اخلولق, حرى, عسى.
فَلَعَلَّكَ تَارِكُۢ بَعۡضَ مَا يُوحَىٰٓ إِلَيۡكَ ....
“Maka boleh jadi kamu hendak meninggalkan sebahagian dari apa yang diwahyukan.” Q.S Hud : 12
e.       Beberapa aqad ( transaksi ) ( العقود )
1.      وهبت : saya telah memberi
2.      بعت : saya telah menjual
3.      اشتريت : saya telah membeli
Sighat ini sedikit sekali digunakan karena jarangnya tujuan yang berhubungan dengan kalam baligh. Sighat uqud kebanyakan fi`il madhi, selain madhi hukumnya sedikit. Contoh : أنا بائع artinya saya penjual.
f.       Sighat iqo` ( الإيقاع ) menetapkan pekerjaan, seperti : اعتقت, طلقت
g.      Rubba ( رب ) banyak
 h.   Kam al-Khabariah ( كم الخبرية ) betapa banyak      
   




BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            Maka berdasarkan pembahasan diatas penulis dapat menarik kesimpulan bahwasannya kalam insya` adalah kebalikan dari khabari, yang merupakan bentuk kalimat yang setelah dituturkan tidak bisa bernilai benar atau dusta. Dalam kalam insya` itu terdapat dua bagian yaitu insya` thalabi dan insya ghairu thalabi. Insya` thalabi didalamnya seperti amr, nahy, istifham,tamanni dan nida. Yang pertama yaitu amr yang merupakan Amr secara bahasa terambil dari masdar “ يأمر “ yang artinya perintah. Atau bisa disebut sebagai kalimat yang mengandung kata perintah dari suatu atasan kepada bawahan. Yang kedua nahy merupakan Nahyi secara bahasa kebalikan dari amr, nahyi bentuk masdar dari  - نهيا  نهي  -  ينهي  yang artinya  mencegah atau melarang. Mkasdunya ialah kalimat yang mengandung sebuah larangan kepada suatu hal yang diperbuat.
        Ketiga yaitu istifham yaitu kalimat yang mengandung kata yang  bermakna meminta pemahaman atau minta pengertian. Kemudian yang keempat tamanni yang merupakan adalah kalimat yang befungsi menyatakan keinginan terhadap sesuatu yang disukai, tetapi tdak mungkin untuk dapat meraihnya. Jadi maksud tamanni itu sendiri yaitu kalimat yang mengandung sabuah keingin yang mustahil untuk diraihnya. Dan yang terakhir adalah nida yang merupakan Secara leksikal nida artinya panggilan. Maksudnya ialah kalimat yang mengandung makna panggilan.
          Insya` ghairu thalabi yaitu Kalam atau kalimat yang tidak menghendaki makna yang diharapkan yang tidak bisa tercapai pada waktu adanya tuntutan.  Atau kalimat yang tidak menghendaki terjadinya sesuatu yang belum terjadi pada waktu kalimat itu diucapkan ( waktu menghendaki ). Maka pada penjelasan tersbut ada beberapa macam insya ghairu tahlabi yaitu :

a.      Kalimat-kalimat yang mengandung pujian ( مدح ), celaan ( الذم ).
b.      Sumpah ( قسم )
c.       Kagum ( ta`ajjub ) ( تعجب )
d.      Harapan ( raja` ) ( الرجاء )
e.       Beberapa aqad ( transaksi ) ( العقود )
f.       Sighat iqo` ( الإيقاع )
g.      Rubba ( رب )
كم الخبرية )  h.      Kam al-Khabariah      
  

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Hasyim, Sayyid. Terjemahan Jawahirul Balaghah
Ali Al-Jarim. Mustafa Amin. 2018. Terjemahan Al-Balaghah Waadhihah. (Bandung: Sinar Baru Algensindo ).
Al-Qur’an Mushaf Wardah, terjemah dan tafsir untuk wanita, ( Bandung: Penerbit Jabal, 2010).
Marhaban. Rusydi Khalid. Dkk.  Tesis Uslub Al-Insya’ Dalam Q.S Al-Maidah.
Rahimah. Ilmu Balaghah Sebagai Cabang Ilmu Bahasa Arab. 2004. Digitized by USU digital library.
Siti fatimah. Al-Furqan: Jurnal Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir, Volum 1 Nomor 1 Juni 2018.
Zaytun, Nida Sekar. Dkk. Makalah kalam insya’.
Zamroji. Mutiara Balaghah Jauharul Maknun. Santri Salaf Press.
Zuhriyah, Lailatul. Perspeetif Ma`ani Adawatut Istifham Dalam Bahasa Al-Qur`an. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri ( STAIN ) Kediri. Article.   

Comments

  1. mf ustdz tulisan اطلب العلم ada yg keliru insya allah seharusnya اطلبوا العلم....

    ReplyDelete

Post a Comment